Jakarta, Pantau Online - Tren menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS), yang menyebabkan pelemahan terhadap sejumlah mata uang termasuk rupiah, diyakini hanya sementara. Chief Economist PermataBank Josua Pardede yakni nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak akan pernah mencapai Rp16.000 hingga akhir tahun ini dan tahun depan.
Ia yakin rupiah akan berada di rentang Rp15.300 hingga Rp15.500 pada sisa tahun 2023. Ia optimis rupiah akan berkisar di posisi Rp15.355.
"Kami belum melihat ada arah rupiah lebih melemah tahun depan," kata Josua di Exclusive Media Afternoon Tea di St. Regis, Jakarta Selatan, Selasa (7/11/2023).
Terkait penguatan dolar belakangan ini, ia menjelaskan ada dua penyebab. Antara lain, faktor sentimen pasar dan fundamental.
Faktor sentimen, seperti persoalan geopolitik seperti Hamas-Israel dan penetapan kebijakan suku bunga acuan global yang tinggi dalam waktu yang lebih lama. Josua menyebut faktor sentiment ini hanya sementara dan berdasarakan kekhawatiran.
Sementara pada faktor fundamental, Josua menjelaskan Indonesia fundamental yang kuat. Hal ini tercermin dari tingkat inflasi Indonesia yang terjaga di bawah 4% dengan prediksi inflasi di angka 2,89% pada akhir 2023 dan 3,17% pada akhir 2024. Ini masih sesuai target Bank Indonesia (BI), yakni dalam rentang 1,5% hingga 3,5%.
Fundamental Indonesia juga kuat dari peringkat utang yang masih tinggi menurut sejumlah lembaga pemeringkat utang. Artinya, RI memiliki kemampuan yang optimal dalam untuk mengelola utang. Hal ini disebut menarik bagi investor untuk berinvestasi.
"Amerika saja sudah di-downgrade peringkat utangnya karena masalah pengelolaan utang. Sedangkan Indonesia sejauh ini pengelolaan utang relatif well managed. Rasio utang terhadap PDB relatif terjaga di bawah 60% bahkan tahun ini di bawah 40%," ujar Josua.
Sumber: cnbcindonesia.com
