Jakarta, Pantau Online - Artis Lulu Tobing dikabarkan kembali menggugat cerai suaminya Bani Mulia. Seperti diketahui, rumah tangga pasangan yang menikah tahun 2019 ini juga sempat diguncang prahara pada 2021 lalu, di mana Lulu mengajukan tuntutan serupa ke pengadilan.
"Iya pada tanggal 23 Oktober 2023 sudah masuk perkara atas nama LO dengan nama suaminya BM mengajukan gugat cerai. Sudah dilaksanakan sidang perdana pada Kamis ya," kata Humas Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Jajat Sudrajat, seperti dikutip detik, Senin (6/11/2023).
Kabarnya, baik Lulu dan Bani hadir dalam proses mediasi, dan pihak Pengadilan Agama juga masih berharap ada perdamaian antara kedua belah pihak.
Pada 2021 lalu, detik juga memberitakan kedua pasangan ini dikabarkan telah melakukan 13 kali sidang cerai, namun pengadilan menolaknya. Sampai 14 hari putusan, tidak ada banding yang diajukan Bani maupun Lulu dan hal itulah yang membuat kedua pasangan ini dianggap rujuk dan melanjutkan rumah tangga.
Terlepas dari prahara yang ada dalam rumah tangga Lulu Tobing, terdapat sejumlah pelajaran keuangan yang bisa didapat dari setiap kasus perceraian, lebih tepatnya saat pihak perempuan mengajukan gugatan cerai.
Jika memang gugatan itu benar-benar disetujui, lantas bagaimanakah hak seorang perempuan? Berikut penjelasannya.
Masih berhak atas nafkah ini
Dilansir dari Hukumonline, istri dalam perkara cerai gugat masih berhak atas nafkah mut'ah dan iddah sepanjang tidak nusyuz. Lantas apa artinya nafkah iddah?
Usai putusan perceraian, mantan istri akan memasuki masa Iddah. Masa ini merupakan masa dimana perempuan haram dan dilarang untuk dipinang dalam ajaran agama Islam.
Nafkah yang satu ini diberikan oleh mantan suami ke mantan istrinya. Selama mantan istrinya tidak Nusyuz, hal ini tercantum di KHI Pasal 152.
Nusyuz sendiri diartikan sebagai perbuatan tidak taat dan membangkang seorang istri terhadap suami (tanpa alasan). Dan hal itu tidak bisa dibenarkan secara hukum.
Menurut Pasal 84 KHI, istri dianggap Nusyuz apabila dia tak mau melaksanakan kewajiban‐ kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) kecuali dengan alasan yang sah.
Adapun kewajiban istri yang tercantum di Pasal 83 ayat 1 KHI adalah berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum islam.
Sementara itu nafkah mut'ah seringkali disebut dengan istilah nafkah penghilang pilu. Pilu yang dimaksud adalah kondisi di mana istri merasa menderita ketika harus berpisah dengan suaminya, oleh sebab itu mantan suami setidaknya memberikan nafkah yang satu ini ke mantan istrinya.
Dalam Bab I Pasal 1 KHI, disebutkan bahwa mut'ah adalah pemberian mantan suami ke mantan istri yang dijatuhi talak, berupa benda, uang, atau yang lain.
Meski demikian, ada pendapat yang menyatakan bahwa ketika sang istri yang menggugat cerai, maka nafkah yang satu dianggap tidak ada.
Istri gugat cerai, mas kawin tak wajib dikembalikan
Pasal 32 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang ditetapkan melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991, menyebutkan bahwa "Mahar diberikan langsung kepada calon mempelai wanita dan sejak itu menjadi hak pribadinya."
Maka jelas sekali bahwa mahar yang diberikan calon suami ke calon istri akan sepenuhnya menjadi hak calon istri, lantaran pemberiannya dilakukan sebelum sahnya ikatan pernikahan, atau saat proses ijab qabul.
Dilansir dari artikel di situs Hukum Online, Dosen Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) menjelaskan bahwa karena mahar adalah hak istri, istri tidak wajib mengembalikan mahar. Hal itu disebabkan karena kewajiban istri yang melayangkan gugatan adalah membayar uang tebusan (iwad) yang telah disepakati.
Sumber: cnbcindonesia.com