Jakarta, Pantau Online - Emiten Energi Baru dan Terbarukan (EBT) milik konglomerat Prajogo Pangestu yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) terpantau terbang pada akhir perdagangan Kamis (9/11/2023).
Hingga pukul 16:00 WB, saham BREN terbang 18,75% ke posisi harga Rp 5.225/unit. Bahkan, saham BREN menjadi penopang terbesar IHSG di akhir perdagangan hari ini yakni mencapai 32,3 indeks poin.
Saham BREN sudah ditransaksikan sebanyak 38.653 kali dengan volume sebesar 111,85 juta lembar saham dan nilai transaksinya sudah mencapai Rp 545,48 miliar.
Melesatnya saham BREN membuat kapitalisasi pasarnya kembali melonjak. Per hari ini, kapitalisasi pasarnya mencapai Rp 699,03 triliun, menyusul kembali kapitalisasi pasar PT Bayan Resources Tbk (BYAN) sebesar Rp 621,67 triliun.
Belum diketahui penyebab pasti terbangnya saham BREN pada hari ini. Namun, BREN dalam beberapa hari terakhir juga sudah menguat.
Namun, kenaikan saham BREN terjadi setelah JPMorgan menginisiasi ulasan untuk sektor energi dan EBT Indonesia meliputi panas bumi, distribusi, dan petrokimia dengan sikap hati-hati.
Perhatian perbankan investasi asal Amerika Serikat (AS) itu salah satunya tertuju kepada bisnis energi baru dan terbarukan (EBT) yang dijalankan oleh konglomerat Prajogo Pangestu melalui PT Barito Pacific Tbk (BRPT).
Barito Pacific merupakan perusahaan holding untuk empat bisnis kunci yakni Chandra Asri Petrochemical, Star Energy Geothermal, Indo Raya Tenaga, dan Griya Idola.
Adapun Star Energy Geothermal berada di bawah PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN). Entitas itu menurut J.P. Morgan sebagai aset penting bagi Grup Barito.
Star Energy adalah pemain panas bumi terbesar di Indonesia berdasarkan kapasitas terpasang yang ada sebesar 886 megawatt (MW). J.P. Morgan memperkirakan total kapasitas akan meningkat hingga 1 gigawatt (gw) pada 2027.
Adapun, J.P. Morgan mencatat Indonesia saat ini memiliki kapasitas terpasang panas bumi terbesar kedua di dunia dengan sekitar 2,4 gw atau setara dengan 15% kapasitas terpasang panas bumi global.
Di lain sisi, meski valuasi saham BREN yang sudah terbilang sangat mahal atau premium, tetapi masih ada yang melirik saham BREN hingga kini. Hal ini dikarenakan prospek bisnis BREN yang menjanjikan yakni EBT.
Price to earnings ratio (PER) BREN saat ini mencapai 398,99 kali. Artinya, saham BREN sudah super mahal, karena sudah berada jauh di atas PER rata-rata industri yang mencapai 94,11 kali.
Sedangkan dari price to book value(PBV) BREN yang menyentuh angka ekstrem 211,72 kali, juga menunjukkan valuasi pasar emiten ini sudah kadung menyentuh 'atap langit'. Adapun PBV rata-rata industri mencapai 44,06 kali.
Namun, seperti yang dijelaskan di atas, prospek bisnis BREN masih cukup menarik, karena prospek EBT sendiri sejatinya masih akan positif prospeknya di tengah upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan akan energi fosil dan upaya untuk mengurangi perubahan iklim yang sudah ekstrim.
Sumber: cnbcindonesia.com