Notification

×

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Ini 5 Saham yang Bikin IHGS Loyo

Sabtu, 11 November 2023 | November 11, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-11-11T01:29:28Z





Jakarta, Pantau Online - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah pada perdagangan sesi II Jumat (10/11/2023), di tengah memburuknya kembali sentimen pasar global pada hari ini.

Per pukul 15:05 WIB, IHSG melemah 0,23% ke posisi 6.822,31. IHSG masih bertahan di level psikologis 6.800 pada sesi II hari ini.

Nilai transaksi indeks pada sesi II hari ini sudah mencapai sekitar Rp 5,4 triliun dengan melibatkan 10 miliaran saham yang berpindah tangan 787.012 kali. Sebanyak 191 saham naik, 323 saham turun dan 216 saham stagnan.

Secara sektoral, properti menjadi pemberat terbesar IHSG di sesi II hari ini yakni mencapai 0,96%. Selain sektor energi, sektor keuangan juga memperberat IHSG yakni sebesar 0,79%

Selain itu, beberapa saham juga memperberat IHSG pada sesi II hari ini. Berikut saham-saham yang menjadi laggard pada sesi II hari ini. 

EmitenKode SahamIndeks PoinHarga TerakhirPerubahan Harga
Bank Rakyat Indonesia (Persero)BBRI-14,645.100-1,92%
Bank Central AsiaBBCA-10,378.875-1,39%
Bank Mandiri (Persero)BMRI-6,905.800-1,28%
Merdeka Copper GoldMDKA-1,122.260-1,74%
Kalbe FarmaKLBF-0,821.595-1,54%

Sumber: Refinitiv & RTI

Tiga saham perbankan raksasa menjadi pemberat IHSG pada sesi II hari ini, yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) hingga mencapai 14,6 indeks poin, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 10,4 indeks poin, dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) sebesar 6,9 indeks poin.

IHSG kembali terkoreksi di tengah memburuknya kembali sentimen pasar global pada hari ini. Salah satunya yakni China, di mana Negeri Panda tersebut tercatat deflasi 0,2% (year-on-year/yoy) pada Oktober 2023, dibandingkan dengan angka yang datar pada bulan sebelumnya dan perkiraan pasar yang turun sebesar 0,1%.

Hal ini menunjukkan bahwa berbagai langkah stimulus dari China tidak memberikan banyak manfaat dalam merangsang pengeluaran secara keseluruhan.

Selain itu, nada hawkish kembali mencuat dari bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) pasca pidato Ketua The Fed, Jerome Powell semalam.

Powell berbicara pada Konferensi Riset Tahunan Jacques Polak ke-24 di Washington, DC pada panel yang mengeksplorasi tantangan moneter dalam perekonomian global.

Panelis yang bergabung dengan Powell termasuk Gita Gopinath, wakil direktur pelaksana pertama di IMF; Kenneth Rogoff, ketua ekonomi internasional Maurits C. Boas di Universitas Harvard, dan Amir Yaron, gubernur Bank Israel.

Dalam acara tersebut, Powell mengatakan dalam pidatonya di hadapan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington DC, bahwa masih banyak upaya yang perlu dilakukan dalam upaya melawan tingginya harga minyak.

"Komite Pasar Terbuka Federal berkomitmen untuk mencapai kebijakan moneter yang cukup ketat untuk menurunkan inflasi hingga 2% seiring berjalannya waktu, kami tidak yakin bahwa kami telah mencapai sikap seperti itu," tutur Powell, dikutip dari CNBC International.

Lebih labjut Powell juga mengatakan jika diperlukan pengetatan kebijakan lebih lanjut, tidak akan ragu untuk melakukannya.

"Namun, kami akan terus bergerak dengan hati-hati, sehingga memungkinkan kami mengatasi risiko disesatkan oleh data beberapa bulan yang bagus, dan risiko pengetatan yang berlebihan. Kebijakan moneter secara umum berjalan sesuai dengan apa yang kita pikirkan," katanya.

Oleh karena itu, pasar sebagian besar yakin bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga. Akibatnya, pasar yang sebelumnya sempat memprediksi The Fed akan kembali menahan suku bunga acuannya pada pertemuan Desember mendatang, akhirnya cenderung berubah pikiran menjadi ada kenaikan di pertemuan Desember.

Berdasarkan perangkat CME Fedwatch, 14,5% pelaku pasar meyakini bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bp) pada pertemuan Desember 2023. Hal ini lebih tinggi dari hari sebelumnya yang hanya sebesar 9,6%.




Sumber: cnbcindonesia.com

 

×
Berita Terbaru Update